Posted by : Secret Base
Saturday, June 14, 2014
Meskipun sejumlah negara memperlihatkan penurunan rasio
perokok, angka prevalensi kebiasaan merokok di Indonesia memperlihatkan
kecenderungan peningkatan dari 1980 hingga 2012. Saat ini diperkirakan terdapat
sebanyak 52 juta orang yang merokok di Indonesia, menurut penelitian terbaru
dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di University of
Washington.
Di seluruh dunia, prosentase dari populasi yang merokok,
atau juga dikenal dengan prevalensi memperlihatkan penurunan, tetapi
jumlah penikmat rokok di seluruh dunia telah meningkat seiring peningkatan
jumlah penduduk. Indonesia merupakan salah satu dari 12 negara yang
menyumbangkan angka sebanyak 40% dari total jumlah perokok dunia.
“Jumlah pria perokok di Indonesia telah meningkat sebanyak
dua kali lipat sejak 1980, dan prevalensi pria perokok di Indonesia tercatat
sebagai kedua tertinggi di dunia,” ungkap Dr. Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. “Ini merupakan fakta yang menyedihkan yang dapat memberikan
dampak negatif pada kondisi kesehatan serta biaya kesehatan di negara kita.
Tapi, tentunya ini juga merupakan fakta bahwa kami akan terus berkomitmen dalam
melakukan tindakan nyata dalam mengurangi angka tersebut di Indonesia untuk
kepentingan seluruh masyarakat, dan membantu mengurangi angka penyakit yang
disebabkan oleh tembakau di seluruh dunia.”
Penelitian yang bertajuk ”Smoking Prevalence and Cigarette
Consumption in 187 Countries, 1980-2012” diterbitkan pada tanggal 8 Januari di
Journal of the American Medical Association dalam edisi khusus yang
didedikasikan untuk membahas masalah tembakau.
Secara global, prevalensi merokok berdasarkan usia sudah
menunjukkan penurunan sebanyak 42% di kalangan wanita, dan 25% di kalangan
pria, antara 1980 dan 2012. Empat negara yaitu Kanada, Islandia, Meksiko dan
Norwegia telah berhasil memangkas angka prevalensi di negara nya hingga
separuhnya sejak 1980.
Di Indonesia, prevalensi merokok sangat bervariasi antara
pria dan wanita. Pada 2012, 57% pria Indonesia digolongkan sebagai perokok
aktif, dan tercatat sebagai kedua tertinggi di dunia. Wanita Indonesia,
memperlihatkan prevalensi merokok sebanyak 3,6%. Angka yang sangat kecil
dibandingkan para pria perokok. Sementara Cina, Taiwan, Vietnam dan
negara-negara lain di Asia Timur dan Asia Tenggara memperlihatkan kecenderungan
yang sama, antara kebiasaan merokok antara pria dan wanita.
Secara global, meskipun prevalensi memperlihatkan penurunan,
pertumbuhan populasi yang substansial di seluruh dunia antara 1980 dan 2012
menyumbangkan sebesar 41% pada jumlah pria perokok harian dan 7% pada jumlah
wanita perokok.
Lebih dari 50% pria di beberapa negara, termasuk Indonesia,
Rusia, Armenia dan Timor Leste merokok setiap hari. Prevalensi merokok pada
wanita di atas 25% terdapat di negara Austria, Cili, Perancis dan Yunani. Angka
pria perokok terendah terdapat di Antigua dan Barbuda, Sao Tome dan Principe,
serta Nigeria. Sedangkan pada wanita di Eritrea, Kamerun dan Maroko.
Perbedaaan-perbedaan tersebut terus terjadi meskipun
berbagai upaya untuk pengawasan tembakau dijalankan secara ketat di seluruh
dunia. Lima tahun lalu, laporan pertama yang dikeluarkan oleh US Surgeon
General mengenai dampak dari merokok menghasilkan riset yang memberikan
terobosan baru dalam hal tembakau dan investasi oleh pemerintah dan berbagai
organisasi nirlaba untuk mengurangi prevalensi tembakau dan konsumsi rokok.
Pada 2003, Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) diadopsi oleh World
Health Assembly serta sudah diratifikasi di 177 negara. Indonesia
Menurut angka-angka terbaru dari studi Global Burden of
Disease (GBD) yang dikoordinasikan bersama IHME, di Indonesia, penggunaan
tembakau menyebabkan hampir 200.000 kematian, 9,1% berkurangnya usia, dan 7,2% masalah
kesehatan. Estimasi ini tidak termasuk berbagai penyakit sebagai efek dari
perokok pasif.
“Pengawasan
tembakau, sangatlah penting terutama di negara-negara dimana jumlah perokok
mengalami peningkatan,” kata Alan Lopez, Laurate Professor di University of
Melbourne. “Karena kita tahu bahwa separuh dari para perokok akan meninggal
dunia disebabkan oleh tembakau, peningkatan jumlah perokok berarti semakin
tinggi pula angka kematian dini dalam kehidupan kita.”
“Perubahan dalam prevalensi tembakau biasanya
berlangsung lambat, memperjelas bahwa hal ini merupakan kebiasaan yang sulit
ditinggalkan,” tambah Emmanuela Gakidou, Professor of Global Health and
Director of Education and Training in IHME. “Tapi kami tahu dari tren global
yang terjadi, bahwa kemajuan pesat pun bisa saja terjadi. Jika banyak negara
dapat mengulangi kesuksesan yang terjadi di Norwegia, Meksiko dan Amerika
Serikat, kita semua dapat menyaksikan berkurangnya penyakit akibat merokok.”
“Secara global, telah terjadi kemajuan yang signifikan dalam
melawan angka kematian disebabkan oleh tembakau,” ungkap Matthew L. Myers,
President of The Campaign for Tobacco-Free Kids. “Angka-angka tersebut
memperlihatkan bahwa dimana negara-negara mengambil langkah nyata, penggunaan
tembakau dapat berkurang secara dramatis, di sisi lain betapa mengerikannya
konsekuensi dapat dirasakan jika negara-negara tidak secara penuh mengadopsi
dan mengimplementasikan pengawasan penggunaan tembakau secara efektif.”